Pada awal perkembangan jaringan paket radio di Indonesia, Robby  Soebiakto merupakan pionir di kalangan pelaku amatir radio Indonesia  yang mengaitkan jaringan amatir Bulletin Board System (BBS). BBS  merupakan jaringan surat elektronik (e-mail) yang merelai e-mail untuk  dikirim melalui server/komputer BBS yang mengkaitkan banyak “server” BBS  amatir radio seluruh dunia agar e-mail dapat berjalan dengan lancar.
Pada tahun 1992-1993, Muhammad Ihsan, seorang peneliti di LAPAN Ranca  Bungur yang pada tahun 1990-an bersama dengan pimpinannya Ibu Adrianti  menjalin kerjasama dengan DLR (Lembaga Penelitian Antariksa Jerman)  mencoba mengembangkan jaringan komputer menggunakan teknologi  radio  paket pada band 70 cm dan 2 m. Di kemudian hari, Muhammad Ihsan menjadi  motor penggerak di LAPAN untuk membangun dan mengoperasikan satelit  buatan LAPAN Indonesia yang dikenal sebagai LAPAN TUBSAT maupun INASAT.
Jaringan LAPAN dikenal sebagai JASIPAKTA dan didukung oleh DLR. Muhammad  Ihsan mengoperasikan relai penghubung antara ITB Bandung dengan gateway  Internet yang ada di BPPT. Di BPPT, Firman Siregar mengoperasikan  gateway radio paket yang bekerja pada band 70 cm. PC 386 sederhana yang  menjalankan program NOS di atas sistem operasi DOS digunakan sebagai  gateway packet radio TCP/IP. IPTEKNET masih berada di tahapan sangat  awal perkembangannya.
Tanggal tanggal 7 Juni 1994, Randy Bush dari Portland, Oregon, Amerika  Serikat melakukan ping ke IPTEKNET dan kemudian melaporkan hasilnya  kepada rekan-rekannya di Natonal Science Foundation (NSF) Amerika  Serikat. Dalam laporan Randy Bush tertera waktu yang dibutuhkan untuk  ping pertama dari Indonesia ke Amerika Serikat, yaitu sekitar 750 mili  detik melalui jaringan leased line yang berkecepatan 64 Kbps.
Nama lain yang tidak kalah berjasa adalah Pak Putu. Beliau mengembangkan  PUSDATA DEPRIN pada masa kepemimpinan Menteri Perindustrian Tungki  Ariwibowo sekaligus menjalankan BBS pusdata.dprin.go.id. Di masa awal  perkembangan BBS, Pak Putu berjasa mempopulerkan penggunaan e-mail,  khususnya di Jakarta. Aktivitas Pak Putu banyak didukung oleh Menteri  Perindustrian Tungki Ariwibowo yang sangat menyukai komputer dan  Internet. Pak Tungki adalah menteri pertama Indonesia yang menjawab  e-mail sendiri.
Pada akhir tahun 1992, Suryono Adisoemarta kembali ke Indonesia.  Kesempatan tersebut tidak dilewatkan oleh anggota Amatir Radio Club  (ARC) ITB seperti Basuki Suhardiman, Aulia K. Arief, Arman Hazairin yang  didukung oleh Adi Indrayanto untuk mencoba mengembangkan gateway radio  paket di ITB. Berawal semangat dan bermodalkan PC 286 bekas, ITB  merupakan turut berkiprah di jaringan PaguyubanNet. Institusi lain  seperti UI, BPPT, LAPAN, PUSDATA DEPRIN yang lebih dahulu terhubung ke  jaringan Internet mempunyai fasilitas yang jauh lebih baik daripada ITB.  Di ITB, modem radio paket berupa Terminal Node Controller (TNC)  merupakan peralatan pinjaman dari Muhammad Ihsan dari LAPAN.
Ketika masih menempuh studi di University of Texas di Austin, Texas,  Suryono Adisoemarta  menyambungkan TCP/IP Amatir Radio Austin ke gateway  Internet untuk pertama kalinya di gedung Chemical and Petroleum  Engineering University of Texas, Amerika Serikat. Sejak saat itu,  komunitas Amatir Radio TCP/IP Austin Texas tersambung ke jaringan TCP/IP  di seluruh dunia. Pengetahuan inilah yang kemudian diterapkan Suryono  Adisoemarta saat mengembangkan radio paket di ITB. Suryono Adisoemarta  yang kemudian hari menyandang nama panggilan YD0NXX menjadi motor  penggerak teknologi satelit Amatir Radio maupun teknologi Amateur Packet  Reporting System (APRS) yang memungkinkan kita untuk melihat  posisi-posisi stasiun amatir radio di peta di Internet yang dapat  dilihat di situs http://aprs.fi.
Berawal dari teknologi radio paket kecepatan rendah 1200 bps, ITB  kemudian memperoleh sambungan leased line 14.4 Kbps ke RISTI Telkom  sebagai bagian dari IPTEKNET pada tahun 1995. Akses Internet tetap  diberikan secara cuma-cuma kepada rekan-rekan yang lainnya khususnya di  PaguyubanNet.
September 1996 merupakan tahun peralihan bagi ITB, karena keterkaitan  ITB dengan jaringan penelitian Asia Internet Interconnection Initiatives  (AI3) sehingga memperoleh bandwidth 1.5M bps ke Jepang yang terus  ditambah dengan sambungan ke TelkomNet & IIX sebesar 2 Mbps. ITB  akhirnya menjadi salah satu bagian terpenting dalam jaringan pendidikan  di Indonesia yang menamakan dirinya AI3 Indonesia yang mengkaitkan lebih  dari 25 lembaga pendidikan di Indonesia di tahun 1997-1998.
Jaringan pendidikan menjadi lebih marak pada saat ini, dengan adanya  JARDIKNAS dan INHEREN yang dioperasikan oleh DIKNAS dan mengkaitkan  sekitar 15.000 lebih sekolah Indonesia ke Internet yang akan menjadi  media untuk mencerdaskan bangsa Indonesia agar dapat berkompetisi di era  globalisasi mendatang.
Sumber: Buku TIK Karangan Onno W Purbo, 2009.